Dukungan Fasilitas, Peralatan Kerja, Tempat Kerja, Perpustakaan, Penunjang Menulis Skenario
Dukungan fasilitas perlu juga didapatkan oleh penulis skenario. Terutama fasilitas yang berkaitan dengan peralatan yang diperlukan untuk kebutuhan kerja seorang penulis skenario.
Sebagai penulis skenario, kita memerlukan peralatan untuk bekerja. Idealnya, kita bekerja dengan seperangkat komputer beserta printer Vaxzna. saat ini semua penulisan skenario sudah menggunakan komputer. Akses Internet boleh ditambahkan untuk meluaskan wawasan lewat situs-situs yang terkait dengan dunia sinetron dan film, antara lain www.multivisionplus.com, www.jiffest.com, www.indofest.com, www.layarkata.com, www.atwaysi.com, www.ifilm.com, www.dfilm.com, www.pphui.or.id, www.konfiden.or.id, www.atomfilms.com, dll.; milis perfilman: indomovie@yahoogroups.com, popcorner-@yahoogroups.com, forum-film@yahoogroups.com, layarkata-network@yahoogroups.com, sinema-muda@yahoogroups.com, dll.
Sarana prasarana juga sangat kita perlukan untuk pengiriman skenario ke PHI broadcast. Terlebih lagi bila kita sedang menggarap serial yang kejar tayang, yang semuanya serba harus cepat sehingga kita tidak perlu membuang waktu untuk mengantar skenario. Sebagai catatan, jika Anda belum mengenai baik rumah produksi yang memesan naskah Anda, dan Anda baru dalam tahap mengajukan skenario, sebaiknya jangan mengirimnya lewat e-mail.
Fasilitas lain yang tak kalah penting adalah telepon dan faksimiie. Telepon sangat penting untuk sarana komunikasi pada umumnya, sementara faksimiie penting untuk mengirim tulisan-tulisan ringan yang harus cepat sampai, seperti sinopsis, profil tokoh, dan sebagainya.
Ruang kerja yang ideal bagi seorang penulis skenario adalah yang jauh dari bising karena kita membutuhkan ketenangan saat menuangkan ide-ide kreatif. Ruang kerja yang dihuni oleh terlalu banyak orang akan kurang baik karena konsentrasi kita bisa terpecah kecuali bila mereka adalah tim kerja kita. Tempat yang paling baik adalah di ruang tertutup, sejuk, dan nyaman. Namun, hal ini tidak mutlak karena seorang penulis skenario harus bisa bekerja di mana saja. Tak heran bila ada beberapa penulis yang sengaja mencari tempat kerja di hutan, gunung, pantai, desa, atau tempat-tempat rekreasi, tanpa menghiraukan hal-hal yang ada di sekelilingnya, bahkan situasi sekitarnya diharapkan dapat menambah inspirasi yang akan menguatkan cerita.
Berkaitan dengan tempat kerja, ketika kami baru pindah rumah, saya belum mempunyai ruang kerja pribadi sehingga tempat yang paling tepat bagi saya untuk bekerja adalah di ruang tidur. Suami saya sempat protes karena saya lebih senang bekerja di tempat tidur daripada duduk di depan meja kerja atau di hadapan komputer yang letaknya di dalam kamar juga. Saya lebih senang mengetik di laptop sambil duduk di ranjang dan bersandar dekat jendela, cari angin, memandang ke taman penuh bunga mawar di luar jendela. Inilah tempat yang paling nyaman bagi saya. Akibatnya, ranjang jadi penuh kertas dan buku. Hal ini mengganggu kenyamanan tidur suami saya sehingga dia sempat bilang bahwa kerja saya tidak profesional. Saya sanggah bahwa profesional bukan dinilai dari tempat kerjanya, tapi dari hasil kerjanya. Kita mau kerja di dapur, di gudang, bahkan di WC, tak masalah, yang penting karya optimal. Mungkin kalau saya dianggap salah karena pemilihan tempat kerja ini tidak membuat nyaman orang lain, itu benar. Tapi bukan berarti tidak profesional, bukan?
Pengalaman di atas dan kaitannya dengan bab ini, saya hanya ingin menyampaikan bahwa tempat kerja bagi penulis skenario bisa di mana saja, asal tempat itu mendukung dan bisa menghasilkan karya yang prima bagi penulisnya. Belajar dari pengalaman, saya perlu menambahkan bahwa tempat kerja bisa di mana saja asal tidak mengganggu pihak lain yang wilayahnya berdekatan dengan tempat kita bekerja.
Koleksi buku juga akan menambah kekayaan wawasan seorang penulis skenario. Bukan bentuk perpustakaannya yang penting, tapi buku-bukunya. Jika memungkinkan, akan lebih baik kalau kita memiliki perpustakaan kecil di dalam rumah agar bila kita menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan suatu kasus cerita, kita dapat cepat mencari jalan keluarnya.
Buku yang mengisi perpustakaan pribadi sebaiknya beragam, meski tidak terkait dengan bidang yang kita pelajari atau bahkan sama sekali tidak menarik, tapi jika sering dipakai untuk bahan cerita, tak ada salahnya kita juga mengoleksinya, misalnya buku-buku tentang hukum, kesehatan, seni budaya, dan psikologi.
Pesanan dari rumah produksi kadang-kadang di luar pengetahuan kita. Misalnya, jika kita harus membuat cerita tentang pembunuhan, mau tak mau kita harus tahu atau mengerti masalah hukum, seperti berapa tahun hukuman untuk seorang pembunuh, baik yang di-rencanakan maupun yang tidak direncanakan. Dengan demikian, apa yang kita tulis nantinya akan sesuai dengan fakta yang berlaku.
Pengadaan buku-buku bisa dari mana saja, dari toko buku, pameran buku murah, bahkan dari kios-kios loak. Bukan fisik buku yang kita pentingkan, melainkan isi buku itu.
Buku-buku koleksi saya sampai saat ini belum memiliki tempat khusus atau perpustakaan. Buku-buku itu menyebar di beberapa ruang, dengan beragam tema. Mulai dari novel dan naskah drama karya: William Shakespeare (lengkap, 44 judul), Harold Pinter, August Strindberg, Jean-Paul Sartre, Anton Chekhov, Eugene lonesco, Samuel Beckett, Bertolt Brecht, Nikolai Gogol, hingga berbagai buku ber-bahasa asing yang hanya saya buka-buka jika diperlukan saja, karena saya bukan ahli bahasa asing.
Begitu pentingnya buku, hingga Heinrich Heine mengatakan, "Where books are burned, human beings will burned too", Apabila buku dibakar, umat manusia juga akan terbakar.
Setelah semua bekal di atas kita miliki, semakin dekatlah langkah kita untuk bisa menulis skenario. Pada artikel berikut ini akan mulai kami paparkan langkah-langkah membuat skenario.